Benarkah aktif dalam suatu organisasi membuat kuliah kita terganggu?
Benarkah aktif dalam suatu organisasi menguras waktu kita ?
Benarkah aktif dalam suatu organisasi adalah hal yang sia-sia ?

Jawabannya adalah tidak sama sekali ! Banyak sekali mitos dan wacana negatif mengenai keaktifan dalam suatu organisasi, terutama di kalangan mahasiswa. Banyak kekhawatiran yang berlebihan, yang menjadikan mahasiswa ragu untuk  aktif dalam organisasi.

Memang sebagai mahasiswa, kewajiban utama kita adalah kuliah dan mencari ilmu. Namun tidak cukup jika kuliah hanya diisi dengan mencari ilmu. IP tinggi tidak akan membuat seseorang langsung direkrut dalam dunia kerja. Sungguh naïf jika seseorang hanya dinilai dari indeks prestasi atau IQ semata, bukankah kecerdasan itu tidak hanya dari akademik? Masih ada Emosional Quotient (kecerdasan emosi), Spiritual Quotient (kecerdasan spiritual), dan Adversity Quotient (kecerdasan ketahanan hati).

Sebagai mahasiswa, ada 3 kegiatan utama yang seharusnya kita lakukan, yaitu mencari ilmu, mencari pengalaman, dan mencari rekan (koneksi). Pengalaman dan rekan itulah yang banyak saya dapatkan di HIMSISFO. HIMSISFO (Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi) bukan cuma wadah penyampaikan aspirasi mahasiswa, bukan cuma tempat berkumpulnya mahasiswa jurusan Sistem Informasi, namun HIMSISFO adalah sebuah learning organization, sebuah organisasi yang terus berkembang, dinamis dan tidak mengenal stagnansi. HIMSISFO adalah tempat mengembangkan diri dan berbagi dengan sesama.

HIMSISFO memberi saya segudang pengalaman, softskill dan rekan yang tidak saya dapatkan jika hanya menjadi mahasiswa KUPU-KUPU alias “kuliah pulang-kuliah pulang”. Suatu pengalaman yang alami, pengetahuan yang didapatkan langsung melalui interaksi dengan teman-teman, yang tidak didapat dari teori di ruang kelas. Banyak pengalaman yang bisa dibagi dan dikenang selama setahun aktif dalam kepengurusan.

Sempat vakum selama setahun di HIMSISFO membuat saya ragu untuk kembali aktif ditahun kedua, namun inilah komitmen. Sebuah janji waktu seleksi aktivis yang harus ditepati setelah saya diterima menjadi bagian dari HIMSISFO. Komitmen ini berbuah positif, walaupun dari bangku sekolah sudah aktif dalam organisasi, namun saya merasakan hal yang berbeda disini. Sebuah keprofesionalitasan namun tetap mementingkan rasa kekeluargaan.

Yah, inilah HIMSISFO, sebuah tempat yang disebut “second home” bagi kebanyakan mahasiswa perantau seperti saya. Kekeluargaan inilah yang terus dipelihara. Ketika rasa kekeluargaan sudah kuat, maka tujuan dari organisasi pasti akan lebih mudah tercapai. Dan masalah yang ada, walaupun banyak pasti jauh lebih mudah untuk diselesaikan dan dicari jalan keluarnya.

“Give the best for HIMSISFO”, kalimat inilah yang sering dikumandangkan setiap akhir rapat jumat. Kalimat sederhana, namun memiliki arti yang dalam. Ya, memberi yang terbaik. Gampang diucapkan namun sulit untuk dilakukan. Masih banyak yang berpola pikir oportunis, yang sekedar mencari keuntungan pribadi dan enggan berkontribusi lebih.

Namun inilah organisasi, berbagai watak ada didalamnya yang menjadikannya kaya akan warna. Sebuah komitmenlah yang membuat orang-orang didalamnya dapat bertahan. Bukan cuma bertahan, namun memberi, memberi hal terbaik yang dapat ia lakukan untuk perkembangan dan kemajuan organisasi. Pencapaian bukanlah bagaimana cara mendapatkan. Pencapaian datang dari menciptakan, mengerjakan, dan memberikan.

Inilah HIMSISFO, sebuah learning organization, sebuah organisasi yang terus berkembang, yang arahnya dikendalikan oleh orang-orang yang peduli dengannya.